PLURALITAS HAKEKAT PUASA
Bukan hanya Islam satu-satunya agama yang mensyariatkan puasa sebagai fondasi keagamaannya, agama lainpun ternyata juga menempatkan puasa sebagai pengejawantahan symbol religiusitas mereka; Kristen, Hindu, Budha dan kepercayaan lain terutama agama-agama kuno memiliki ajaran berpuasa yang tentu saja berbeda konteks akan tetapi pada hakekatnya pokok puasa dengan konsep menahan diri dari nafsu duniawi identik antar setiap agama.
Kata puasa berasal dari bahasa Sansekerta “upawasa” yang berarti cara atau metode untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Menurut kamus bahasa Indonesia, puasa artinya “menahan diri”. Puasa telah dipraktekkan sejak lama, bukan hanya oleh manusia, bahkan binatang dan tumbuh-tumbuhan pun melakukan puasa demi kelangsungan hidupnya.
Selama mengerami telur, ayam harus berpuasa untuk menjaga suhu tubuhnya agar telur-telurnya bisa menetas dan melanjutkan regenerasinya. Ular berpuasa untuk menjaga struktur kulitnya agar tetap keras, terlindung dari sengatan matahari, dan terlindung dari duri hingga ia tetap mampu melata di permukaan bumi. Hanya beberapa waktu dalam sebelan ia berbuka.
Ulat-ulat pemakan daunpun juga berpuasa agar dapat menjadi cikal bakal kupu-kupu dan menyerbukkan bunga-bunga. Di daerah subtropis (daerah dengan empat musim), banyak binatang berpuasa di dalam liangnya selama musim dingin. Salju membuat mereka tidak bisa keluar sarang untuk mencari makan.
Dalam sejarah peradaban manusia, puasa ini dilakukan oleh hampir seluruh bangsa atau umat di dunia. Bangsa Mesir kuno, Tionghoa, Tibet, Yunani, Arab maupunYahudi sejak dulu sudah mengenal istilah puasa. Puasa juga dilakukan oleh hampir seluruh penganut agama, baik Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, maupun Budha. Setiap bangsa atau umat melakukan puasa dengan motivasi, bentuk, macam, dan cara yang tentunya berbeda-beda.
Menurut Encyclopedia of Religion, bangsa-bangsa berkebudayaan dan berperadaban tinggi dan kuno sebelum masehi seperti bangsa Roma, Yunani, Mesir Purba, Natches di Amerika Tengah, dan Cina berpuasa untuk memuja roh nenek moyang, membersihkan dosa dan persiapan menjadi pemimpin atau ketua agama yang berwibawa dan disegani.
Kaum Yunani berpuasa sesaat sebelum pergi berperang. Sementara itu orang Roma berpuasa terutama jika diserang musuh untuk memperoleh kemenangan. Mereka percaya puasa akan menguatkan, karena mengajarkan kesabaran dan ketahanan, dua nilai yang diperlukan untuk kejayaan dalam perjuangan melawan musuh yang nyata dan nafsu yang tidak nyata. Kekuatan mereka akan menjadi berlipat ganda.
Di Tiongkok, puasa juga dilakukan orang Cina purba supaya lebih tegar dalam menghadapi berbagai cobaan dan kesengsaraan, juga untuk menghemat bekal makanan. Musim yang tidak menentu menjadi salah satu alas an mereka berpuasa. Suku Indian di Amerika Utara berpuasa sebelum atau sedang dalam ikhtiar untuk mendapatkan visi kenegaraan mereka. Sama seperti berijtihad. Mereka mengerahkan segenap pemikiran dengan media puasa untuk menghasilkan gagasan yang brilian untuk kemajuan suku mereka.
Adat Mesir Kuno, Babylon purba dan beberapa suku di Peru sebelum zaman Christhoper Columbus menganggap puasa sebagai satu cara untuk menebus dosa serta untuk menunjukkan kesedihan atas kesalahan yang telah dilakukan.
Dalam konteks wilayah di Indonesia yang penuh dengan keragaman budaya, suku, ras dan agama setidaknya puasa bisa dijadikan media untuk menumbuhkembangkan semangat pluralitas di atas. Begitu universalnya puasa terlihat dari gambaran di atas. Semua makhluk, bukan hanya manusia, hewan dan tumbuhanpun mengenal konsep puasa.
Alangkah mulia bila momen puasa ramadhan ini kita jadikan sebagai sarana intripeksi diri, tafakur mengenang tujuan penciptaan kita. Mengingat kebesaran Tuhan terhadap makhluknya. Menghayati arti penting toleransi dalam keberagaman. Tidak ada satu agamapun yang mengajarkan kekerasan. Semua agama memandang konsep cinta damai dalam mainset ajaran dasarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar