Minggu, 05 Agustus 2012

Santri-Santri "Perguruan Tinggi" itu Nampang di Suara Merdeka

Alhamdulillah, berkat rahmat Allah dan Ridho Nya, Al Qaumaniyah diberi ruang untuk promosi dan publikasi gratis di Harian Suara Merdeka, Senin 30 Juli 2012. Semoga langkah kreatif penulis ini dijejaki oleh laskar-laskar Qaumaniyah yang lain. Come On Guys ,,,


Sabtu, 04 Agustus 2012

Sejarah Al Maghfurlah Mbah Yasin dan Ponpes Al Qaumaniyah

Oleh: KH. M. Mujib, S. Ag, MM.
Pengasuh Utama Ponpes Al Qaumaniyah Jekulo

            Seluruh Kehidupan Mbah Yasin dicurahkan untuk agama Islam, kehidupannya sederhana, sikapnya egaliter (menganggap sama terhadap sesama) beliau lebih mengedepankan nilai-nilai sufi dalam menjalankan aktifitasnya sehari-hari di desa Jekulo kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus.
            Nama asli mbah Yasin adalah Mbah Sukandar, nama Yasin adalah nama baru setelah beliau pulang dari haji. Mbah Yasin dilahirkan di desa Kajen Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati, tanggal lahirnya tidak diketahui secara pasti. Nama ayahnya H. Amin, nama Amin juga nama baru, sedangkan nama aslinya adalah Tasmin, dan ibunya bernama Salamah.
            Silsilah Mbah Yasin secara lengkap adalah Sultan Hadiwijaya, kemudian  Sunan Senopati, Sunan Mangkurat I (Yogyakarta), Sunan Mangkurat II (Tegal Arum),  Haryo Condro Sumohadiningrat (Mbah Benowo – Kuncen Pegandon Kendal), Haryo Condro Sumohadinegoro (Tuban), KH. Ahmad Mutamakin (Kajen), Alfiyah (Mbah Godek – Kajen), Asiyah, Demang Waru, Muhammad Wira`i (Kajen), Muhammad Shaleh (Kajen), Muhammad Ali (Kajen), H. Amin (Tasmin – Kajen), H. Yasin (Sukandar).
            Mbah Yasin memiliki delapan saudara, tiga laki-laki dan lima perempuan, secara berurutan saudara Mbah Yasin adalah : Ummi, Sulaiman, Halimah Sa`diyah, Zakaria, Satariyah, Tangkirah, Sukandar (Mbah Yasin), Subadar (Mbah Badar), Shalihatun.
            Pada masa kanak-kanak beliau sudah menjadi yatim piatu. Ayah Mbah Yasin meninggal dunia saat pergi haji ke Makkah dan dimakamkan di Robigh. Setelah ayah Mbah Yasin meninggal dunia , beliau diangkat anak oleh Mbah Salam yaitu ayah Mbah Abdullah Salam (Kajen). Setelah beranjak remaja beliau menuntut ilmu pengetahuan agama Islam ke berbagai pesantren, diantaranya Pesantren Sidogiri, yang pada saat itu diasuh oleh KH. Nawawi. Kemudian Mbah Yasin muda juga pernah menuntut ilmu  di pesantren Bangkalan, pada saat itu pengasuhnya adalah KH. Kholil (terkenal ahli ilmu Nahwu). Selanjutnya beliau meniti  ilmu ke sebuah Pesantren di Pekalongan yang pada saat itu diasuh oleh KH. Amir. Dan masih banyak lagi pesantren yang pernah disinggahi oleh Mbah Yasin untuk memperkuat khazanah keislaman beliau.
            Sebagai manusia normal setelah beranjak dewasa Mbah Yasin juga berkeinginan mencari pendamping hidup. Mbah Salam (orang tua angkat Mbah Yasin) tahu betul akan hal ini sehingga beliau mengenalkan seorang wanita kepada Mbah Yasin untuk kemudian menikahkannya. Wanita itu bernama Muthi`ah binti  KH. Yasir. Muthi`ah dilahirkan di desa Jekulo  Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus, tanggal kelahirannya tidak diketahui secara pasti, ibunya bernama Munisih dan ayahnya bernama  KH. Yasir.
            KH. Yasir merupakan orang pertama yang mendirikan pesantren di Desa Jekulo, hal ini dapat dibuktikan melalui pengakuan Mbah Abdullah Salam ( Kajen ), yang pernah mengaji kitab Tafsir Munir  pada masa KH. Yasir di Jekulo. Akan tetapi pesantren yang didirikan oleh KH. Yasir kurang mendapat perhatian generasi berikutnya, sehingga keberadaannya kurang diketahui masyarakat secara umum. Oleh karena itu secara formal pesantren KH. Yasin.
            Pernikahan Mbah Yasin dengan ibu Muthi`ah dikaruniai empat orang anak, dua laki-laki dan dua perempuan. Anak yang pertama adalah Nafisatun (Isteri KH. Muhammadun Pondowan Pakis Tayu), K. Muhammad (Pengasuh Pondok Pesantren al-Qaumaniyah Jekulo Kudus), Muslimah (Isteri KH. Hanafi Pengasuh Pondok Pesantren al-Hanafiyah Jekulo Kudus), dan K. Sanusi (Pengasuh Pondok Pesantren al-Sanusiyah Jekulo Kudus).
            Seluruh kehidupan Mbah Yasin dicurahkan untuk kepentingan agama Islam, kehidupannya sederhana, sikapnya egaliter (menganggap sama terhadap sesama), beliau lebih mengedepankan nilai-nilai sufi dalam menjalankan aktifitasnya sehari-hari di desa Jekulo Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus.
            Ketika berdomisili di desa Jekulo Mbah Yasin berguru pada seorang sufi yang sangat luas ilmunya. Guru tersebut bisa dikategorikan sebagai seorang waliyullah (kekasih Allah). Sang Guru bernama Mbah Sanusi. Akan tetapi hubungan beliau di dunia ini harus terputus, karena pada hari Jum`at Kliwon tanggal 18 Syawal 1363 H./ 1939 M. Sang guru  pulang menghadap Allah swt. Mbah Yasin benar-benar merasa kehilangan, mengingat Mbah Sanusi adalah orang yang hebat dan dapat memberikan sinar terang dalam menyusuri kehidupan sufinya.
            Disamping memiliki seorang guru sufi yang hebat, Mbah Yasin juga memiliki teman dekat yang sekaligus merupakan kakak iparnya (kakak laki-laki isteri Mbah Yasin) yang bernama KH. Dahlan. Khazanah keilmuan beliau juga tak kalah luasnya. Hubungan keduanya begitu dekat, karena disamping masih memiliki silsilah saudara, mereka juga mempunyai kecocokan dalam pemahaman bidang ilmu pengetahuan. Keduanya dianggap top figur pada masa itu, meskipun ada tokoh-tokoh yang lain yang alim. Mbah Yasin memiliki jasa yang sangat luas untuk membangun pencitraan masyarakat Jekulo yang religius.
            Diantara jasa yang telah diberikan Mbah Yasin kepada masyarakat Jekulo pada hususnya dan umat Islam pada umumnya ialah berdirinya pesantren al-Qaumaniyah.
            Pesantren al-Qaumaniyah dulu dikenal dengan nama Pesantren Bareng. Pesantren ini terletak di Desa Jekulo Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus Jawa Tengah. Pesantren ini terbilang sebagai pesantren kuno, mengingat pesantren ini didirikan pada tahun 1918 M. Sebuah pesantren klasik yang usianya hamper seabad.  Pembangunan pesantren ini dilatarbelakangi karena banyaknya anak-anak yang ingin menuntut ilmu agama (ngaji).
            Melihat kenyataan tersebut Mbah Sanusi (guru Mbah Yasin) menyarankan kepada Mbah Yasin untuk membuat sebuah tempat khusus untuk belajar agama (ngaji). Dengan senang hati Mbah Yasin menerima anjuran Mbah Sanusi tersebut. Sehingga pada tahun 1918, dibangunlah pondok pesantren al-Qaumaniyah.
Material bangunan pesantren, terdiri dari pohon bambu yang dimiliki Mbah Sanusi untuk dijadikan dinding bangunan pesantren. Mbah Sanusi memerintahkan mengambil pohon bambu miliknya. Setelah ada perintah tersebut, H. Abdul Hamid dibantu dengan santri yang lain mengambil dan menganyam bambu milik Mbah Sanusi tersebut. Sebagai catatan, H.Abdul Hamid adalah orang yang pertama menjadi bilal di Masjid Jekulo Kauman (Masjid Baitussalam : sekarang).
            Karena pada waktu itu  belum begitu banyak santri yang belajar, sehingga belum secara resmi dianggap sebagai pesantren. Pesantren al-Qaumaniyah baru secara resmi berdiri sebagai pesantren pada tahun 1923 M.
            Nama al-Qaumaniyah sebenarnya adalah nama yang hanya untuk memudahkan pembaca, karena pada masa Mbah Yasin, pesantren ini belum diberi nama. Walaupun demikian para santri pada waktu itu menyebutnya dengan nama “Pondok Bareng”.
Secara historis (sejarah) nama pondok Bareng melekat dikarenakan konon setiap santri yang berasal dari luar kota yang hendak kembali ke pesantren, menggunakan jasa angkutan kereta api mengingat pada saat itu kendaraan umum masih jarang. Ketika hendak sampai ke tujuan kemudian turun selalu menyebut nama Bareng, karena secara kebetulan stasiun (tempat pemberhentian kereta api), masuk wilayah Dukuh Bareng, Desa Hadipolo. Akhirnya melalui kebiasaan tersebut para santri menyebut nama pesantren Mbah Yasin waktu itu dengan nama Pesantren Bareng.
Tidak beberapa lama setelah Mbah Yasin secara resmi mendirikan pesantren, banyak santri berdatangan . pada saat itu santri yang menetap  di pesantren rata-rata sudah cukup dewasa dan keilmuannya sudah cukup tinggi, baik dalam ilmu alat maupun ilmu lainnya. Tidak jarang santri yang sudah menjadi tokoh masyarakat di daerahnya masih menyempatkan diri untuk tabarrukan (ngalap berkah).
Mulai tahun 1918 M.  sampai pada tahun 1953 M. Mbah Yasin disamping ngajar kitab kuning  juga memberi ijazah kepada para santri, diantara ijazah andalannya adalah ijazah Tapel  Adam, sehingga pesantren al-Qaumaniyah terkenal dengan pesantren Riyadloh.
Menurut para santri yang sekarang masih hidup seperti KH. Ahmad Basyir dan para kiyai lainnya, masa dahulu ketika mereka berada di pesantren tidak bolah makanan yang serba enak dan sehari-harinya diperintahkan puasa riyadloh baik dengan cara nyireh (tidak boleh makan makanan yang ada nyawanya) maupun dengan cara muteh (hanya makan nasi putih dan air putih). Bahkan pada saat menjalani riyadloh Mbah Yasin menunggui sendiri para santrinya yang sedang membaca wirid atau berdzikir di masjid. Para santri yang sedang menjalani puasa ajian Tapel Adam dengan memakai pakaian ihram putih-putih membuat suasana mirip musim haji di Makkah.
Bukti di atas menunjukkan bahwa pesantren al-Qaumaniyah memiliki spesifikasi (ciri khas) pesantren riyadloh, dan tentunya  ciri khas tersebut tidak melupakan tujuan esensi pesantren yakni mengkaji ilmu agama. Setelah Mbah Yasin mengajar santri kira-kira selama tiga puluh lima tahun, tepatnya pada hari Rabu Pon tanggal 30 Desember 1953 M. / 23 Rabi`ul Akhir 1373 H. Beliau wafat.
Setelah Mbah Yasin wafat, pesantren al-Qaumaniyah diteruskan oleh K. Muhammad, dan pada saat inilah pemberian nama pesantren yang dahulunya hanya dikenal dengan pesantren Bareng, maka K. Muhammad memiliki inisiatif untuk memberi nama, agar pesantren ini mudah diingat orang maka pada tahun 1979, pesantren ini diberi nama al-Qaumaniyah. Nama ini dinisbatkan pada nama dukuh Kauman yang merupakan bagian dari beberapa dukuh yang ada di desa Jekulo.
Sejak saat ini pesantren Bareng lebih dikenal dengan nama pesantren al-Qaumaniyah. Sekalipun pesantren ini boleh dibilang kecil, karena jumlah santri yang tidak pernah melebihi angka tiga ratus, namun sudah mencetak beberapa ulama terkenal di seantero bumi nusantara, diantaranya adalah KH. Muhammadun (Pondowan Pakis tayu Pati), KH. Hambali (Kudus), KH. Makmun (Kudus), Habib Muhsin (Pemalang), KH. Zain (Cebolek Margoyoso Pati), KH. Hanafi (Kudus), KH. Ahmad Basir (Kudus), KH. Sholeh (Kalisari Sayung Demak) dan masih banyak ulama-ulama lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Demikian selintas sejarah biografi Mbah Yasin dan pondok pesantren al-Qaumaniyah. Semoga bermanfaat dan memperluas khazanah pengetahuan kita dan juga memberi  gambaran kita untuk meneladani kearifan-kearifan beliau.
(sumber : KH. M. Mujib bin K. Muhammad).




SEKAPUR SIRIH

Alhamdulilllah blog Santri Al Qaumaniyah pertama dan insya Allah resmi berhasil kami susun. Semoga bermanfaat dan sedikit menjadi referensi para santri dan mengobati kangen para alumni terhadap pondok Bareng 1923 kita tercinta ini,Salam thullab ...
Bangunan Komplek Pondok Pesantren Tertua di Al Qaumaniyah; para santri sedang mempersiapkan diri untuk belajar wajib pagi hari; jam 08:30 istiwa'.